KIAT MENULIS POSTINGAN BLOG DAN PELATIHAN MENULIS KREATIF



MEMULAI MENULIS

  MUDAHNYA MEMULAI MENULIS:

 Ketika pertama kali melihat salah satu tulisan di blognya mendapat sebuah komentar, hal yang terpikirkan olehnya adalah meloncat kegirangan macam orang menang undian. Seketika dia merasa keren, ya meskipun komentar yang masuk hanya berisi “Nice Info, Gan!”, tetap saja dia merasa bangga setengah mati. Terlihat norak, namun peduli setan. Namanya juga komentar pertama, bukankah sesuatu hal yang pertama itu mendebarkan, menyenangkan, dan tak terlupakan?




Dulu dia sempat tertawa melihat orang-orang dengan begitu noraknya menulis curahan hatinya dalam buku diarinya. Semenjak masuk kuliah pun tetap sama, dia masih tak habis pikir sama mereka yang suka berbagi curhatan, waktu itu buku diari sudah kehilangan eksistensinya, dan tergantikan dengan blog, blogspot, wordpress, dan sebagainya. Belum lagi dengan noraknya, banyak dari mereka menampilkan header blog dengan widget yang beraneka rupa, mulai dari widget salju, semut di pojokan, sampai burung biru yang bolak-balik tak karuan, mengikuti arus gerakan. Tak jelas, labil, alay, norak, namun di kolom komentar banyak orang yang berkomentar. Dia pun heran. Kok bisa begitu ya?

Esoknya, dia ikutan membuat blog, dan isinya jauh lebih norak daripada blog ternorak sekali pun. Di pojokan ada widget jam, belum lagi tambahan pemutar musik yang mengagetkan, dan tentu saja ada burung biru yang dia bebaskan di blognya, sebagai penjaga keamanan, katanya. Betapa bodohnya, bagaikan menelan ludah sendiri. Dulu mengatai, eh sekarang malah mengikuti. Tapi sayangnya, sampai seberapa lama, tiada satu komentar pun yang mampir ke blognya. Aha! Mampus! Kawus!

Ya mau bagaimana lagi, dia tidak tahu caranya bagaimana menulis postingan blog yang baik dan benar. Dia biarkan saja. Hampir mayoritas tulisan awalnya di blognya berisi tugas-tugas kuliahnya. Itu-itu saja terus sampai Negara Air jualan galon isi ulang. Memang benar kata seorang temannya, “Terkadang suatu keisengan bisa membawa perubahan besar untuk hidup”. Ketika sedang berselancar di linimasa, dia melihat temannya itu me-retweet suatu postingan dari sebuah warung, bernama Warung Blogger.

Awalnya dia heran dengan perkembangan teknologi yang sedemikian majunya, sampai-sampai ada warung yang punya akun twitter. Lalu dia iseng mengintip, membaca setiap kultwitnya yang mayoritas masih berisi retweet postingan blog orang lain, dan heran melihat banyaknya komentar yang didapat dari salah satu orang yang memasarkan tulisannya di Warung Blogger ini. Padahal itu tulisan isinya tak beda jauh dengan tulisan di blognya, hanya berisi curhatan, tapi kenapa jumlah komentar yang masuk di blognya lebih banyak dari jumlah komentar di blognya?

Dari sini dia berpikir, betapa menghiburnya hal-hal sepele di dunia ini. Terlebih lagi, dengan hanya bermodal tulisan penuh curhatan saja, sudah bisa jadi blogger hits, blognya banyak dikunjungi oleh ribuan orang, dengan puluhan komentar yang tertinggal. Betapa menyenangkannya, jika dia sendiri yang mengalaminya. Maka terjadilah titik balik, dia mulai berubah arus, mulai merubah rencana, dan mulai menyiapkan strategi untuk menjaring pengunjung dan jumlah komentar. Dia percaya, dengan idiom “Banyak anak banyak rezeki, banyak pengunjung yang datang, maka akan banyak komentar yang masuk.” Semakin terang cahaya lampu, semakin banyak laron yang mendekat. Begitulah dasarnya.

Lalu, Bagaimana caranya untuk mewujudkan semuanya? Seketika dia menghubungi kantor Camat terdekat untuk meminta bantuan membuat blueprint rencananya. Dengan persetujuan Bapak Bupati dan anak gadis beliau yang manis, beginilah isi blueprint-nya:

KOMUNITAS BLOGGER:

“Bagaimana mungkin kau akan dikenal, jika kau sendiri tidak dikenal?” Banyak teman, banyak rezeki. Sekiranya dia lalu mengikuti idiom tersebut, dan menerapkannya dalam kehidupan perblogerannya. Dimulai dengan bergabung dalam Komunitas Warung Blogger (warung yang sempat dia kira sebagai warung kelontong itu), lalu bergabung pada komunitas blogger di kotanya--ternyata di kotanya pun sudah ada komunitas bloggernya. Dan dia baru tahu. Duh, Nak, selama ini kamu ke mana saja?

Ya meskipun tulisannya masih berupa curhat-curhat alay, namun ternyata angin baik mulai datang berembus ke arahnya. Dimulai dari komentar pertama “Nice Info, Gan!” perlahan namun pasti, setiap kali dia menulis tulisan baru, minimal tiga sampai lima orang berkomentar. Tak tergambarkan betapa girangnya dia, sampai-sampai dia mengutip salah satu petuah yang tertulis dalam kitab suci “Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?”. Versinya dia, semua diganti jadi “Nikmat Ngeblog mana yang kau dustakan?” Aih senangnya!

Perbanyak Blogwalking

Awalnya dia masih tidak tahu tentang betapa pentingnya arti blogwalking bagi kelangsungan hidup blognya. Pada minggu-minggu awal, dia masih bebal dan sombong, sering menulis dan banyak mendapatkan komentar, namun dia sendiri jarang untuk berkunjung balik ke blog pemberi komentar. Ya terjadilah, tak sampai sebulan, jumlah komentar yang masuk jatuh sejatuh-jatuhnya, dan hampir tidak ada sama sekali. Betapa mirisnya, sekiranya dia betapa mudahnya ngeblog itu, eh ternyata dia tertabok oleh kesombongannya sendiri. Yeah!

Lagi, dan sekali lagi, dia pun merubah jalan perblogerannya. Dia tak lagi sombong, dan pelit dalam berkunjung. Dia mulai rutin berkunjung ke banyak blog. Jika dihitung secara rata-rata per harinya dia bisa berkunjung minimal ke lima puluh alamat blog yang berbeda, ya meskipun yang balik berkomentar di blognya dia, itu jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dia tabah, dia ikhlas, sekali lagi, dia rela serela-relanya. Tapi memang benar kata neneknya di New York sana  “You reap what you sow!” sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Perlahan tapi pasti blognya dia semakin dikenal banyak orang. Yang dulunya jumlah pengunjung hanya sejumlah jari di tangannya, kini melonjak menembus angka ratusan bahkan ribuan. Dan itu berbanding lurus dengan semakin banyaknya jumlah komentar yang masuk. Aih sedapnya.

Perbanyak Berlatih Menulis


Semakin hari, semakin berkurang jumlah komentar yang masuk. Hal ini dikarenakan betapa monotonnya tema tulisan yang dia garap dalam blognya. Jika bukan tulisan curhatan ya tulisan berupa tugas kuliah, membosankan sekali! Sampai suatu ketika dia mendapat tabokan seorang kawan, dia berkomentar “Toh ya blogmu kuwi isine ojo curhat wae. Alay ngerti rak? Eling umur! (Toh ya blogmu itu isinya jangan curhatan saja. Alay tau gak?! Ingat umur!” Perbanyak latihan nulis!

Tiada hal yang instan di dunia ini, bahkan sekiranya mie instan pun harus direbus dahulu, agar nikmat memakannya. Begitu juga dengan menulis, untuk menulis lancar dibutuhkan banyak latihan. Lalu dia habiskan lebih banyak menulis dari biasanya. Dia tuliskan apa saja yang ada di pikirannya, mulai dari tulisan tentang kisah cintanya, sampai tulisan tentang bagaimana menulis proporsal tugas akhir yang baik dan benar, hampir segalanya dia tulis. Ya meskipun hanya sedikit saja yang dia posting di blognya, ternyata rasa malu karena ditegur kawannya dulu, masih begitu membekas di hatinya.

Tapi ya sejauh mata memandang langit saja, mata pun pasti akan bosan juga. Semakin banyak menulis, dia semakin kehabisan ide mau menulis apalagi. Semakin banyak kehabisan kata-kata, semakin lelah dalam menulis. Dan kembali, teguran datang dari kawannya yang perhatian (tapi sayangnya dia cowok)  “Mbok ya tulisanmu kuwi ojo kaku nemen toh ya? Kuwi tulisan, udu kanebo, dadi yo ojo kaku-kaku! Diakeh maca buku, ben kebukak kuwe pikiranmu.” (Mbok ya tulisanmu itu jangan kaku-kaku amat toh ya? Itu tulisan bukan kanebo, jadi ya jangan terlalu kaku. Perbanyak baca buku, biar terbuka itu pikiranmu.)

Perbanyak Membaca Buku

Seorang penulis best-seller pernah berkata “Penulis yang bagus adalah pembaca yang rakus”. Rakus dalam hal ini tentu saja memiliki arti banyak membaca buku, memamah banyak buku, membaca banyak buku. Dan dia pun mengikuti caranya. Jika dulu berkunjung ke perpustakaan kampus hanya sekali dalam sebulan, kini dalam sepekan dia datang rutin datang lima hari kerja. Ya meskipun dia datang ke perpustakaan hanya untuk mencari koneksi gratis, membaca buku hanyalah topeng penyamaran semata. Oalah tambeng!

Suatu hari, dia terjebak di perpustakaan berdua saja dengan penjaga perpustakaan, di luar hujan deras, di dalam listrik mati, koneksi internet terputus sedari pagi, gawai mati, dan dia bosan setengah mati. Ditunggu sedari tadi, hujan tak kunjung berhenti, sembari menunggu waktu dia iseng berjalan maju mundur cantik ke arah tumpukan buku. Lalu dia mulai membaca buku pertama (yang nantinya akan dipinjamnya) Dasar-dasar Ilmu Politiknya Miriam Budiarjo, edisi cetakan tahun 1986. Dia baca, baca, baca, sampai habis bukunya, tapi dianya tetap tidak paham sama isi bukunya. Owalah gondes!

Namun secara tidak sadar, setitik bara api kesadaran membaca mulai berpijar di dalam pikirannya. Semenjak itu, segalanya berbanding terbalik, jika dulu ke perpustakaan mencari koneksi internet gratis, saat itu juga berganti mencari buku bacaan gratis. Witing tresno jalaran soko kulino. Cinta datang karena terbiasa. Semenjak itu membaca buku adalah hal yang tak bisa dipisahkan darinya. Ya meskipun tak ada korelasi positif dalam perkembangan nilai kuliahnya, toh dia tetap banyak membaca pula. Tak peduli dimanapun dia berada, dia akan sempatkan untuk membaca buku yang dia bawa.

Ya semua adalah proses yang dia tempuh untuk menjadi seperti sekarang. Membaca buku ternyata memberi dampak yang begitu besar dalam kegiatan menulisnya. Jika dulu dia gampang kehabisan kata-kata, maka kini dia gampang kehabisan buku-buku yang dia baca. Dalam proses menulis tugas akhir, ternyata manfaat dari membaca begitu banyak yang dia rasakan, mulai dari menulis yang terasa begitu lancar, sampai ketika sidang ujian kelulusan dia dengan mudahnya berkelit dan banyak memberi alasan yang logis seputar pertanyaan yang ditanyakan dosen pembimbingnya.

Ya begitulah, metode-metode yang dia gunakan dalam menulis postingan blog yang baik dan benar.Semuanya telah berproses sedari dulu sampai sekarang. Sampai saat ini pun, di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga kontrak di salah satu Percetakan di suatu kota, dia masih rutin menulis di blog pribadinya. Dan semua hasil tulisannya bisa dilihat secara langsung di
sastraananta.com. (sumber: warung Blogger/ Vandy Achmad Romadhon)


Siang itu, langit di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tampak cerah. Ruang Gedung Serba Guna  SMKN 57 Jakarta dipenuhi tak kurang dari 125 guru sekolah dasar (SD) dan guru taman kanak-kanak (TK) wilayah Jakarta Selatan. Mereka terlihat antusias menghadiri acara Pelatihan Menulis Kreatif yang diadakan oleh PGRI JAKARTA SELATAN bekerja sama dengan Griya Menulis, pada 9 Mei 2018.

Pelatihan ini bertujuan untuk menggali dan memotivasi potensi serta bakat menulis para guru agar lebih berkembang. Melalui kegiatan pelatihan ini diharapkan membawa dampak positif bagi guru, khususnya untuk lebih mengsah kemampuan para guru dalam menuangkan ide-ide kreatif dalam betuk tulisan.

Sejatinya, para guru sudah mempunyai pondasi yang kuat untuk menjadi penulis, karena dalam kesehariannya mereka mengajar dan berinteraksi dengan murid-murid. Dengan menambah wawasan teknik menulis ini, para guru bisa memiliki kemampuan lebih dalam menulis.
Acara dibuka oleh ketua PGRI JAKARTA SELATAN, bapak Drs.H.Sukirman, M. Pd. mewakili bapak  Kasudin I  Drs. Joko Sugiarto, M.Pd. dan Kasudin II Drs. H. Samlawi, M.M. serta narasumber Abdul Kholis dari Griya Menulis, dan Moderator dipimpin oleh Leo Mirawati, S.Pd. Acara dimulai pukul 12.30 sampai pukul 16.30 WIB, dengan peserta guru-guru TK dan SD sebanyak 125 guru se-Jakarta Selatan.

Sebetulnya apa sih yang dimaksud dengan menulis?


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) pengertian menulis diartikan sebagai cara membuat huruf, angka dengan menggunakan pena, pensil, kapur dan sebagainya. Menulis juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyampaikan ide,gagasan,pemikiran kepada orang lain melalui tulisan.

Dengan ide, gagasan, ataupun pemikiran yang disampaikan melalui tulisan, orang akan mengerti maksud dan tujuan dari tulisan tersebut. Kemampuan menulis yang baik tentunya akan menghasilkan karya tulis yang baik pula, seperti dalam pembuatan laporan, proposal, penelitian tindakan kelas ( PTK ), silabus, dan sebagainya..

Hanya bagaimana cara untuk memulai menulis?

Biasanya untuk mulai menulis, dari pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru dalam Pelatihan menulis adalah takut salah menulis, miskin ide atau kurang gagasan, minimnya pemahaman tentang dari mana untuk memulainya, kosa kata yang belum banyak, tidak percaya diri, kurang mengentahui seluk beluk, bingung, dan lainnya.

Masukan dari narasumber, apapun itu yang ada di pikiran kita, ide kita semua dituangkan saja dalam menulis, biarkan tulisan itu berantakan, karena para penulis ternama juga awalnya mengalami hal yang sama. 

Begitu pula dengan para penulis buku best seller, mereka pernah mengalami salah dan berantakan dalam menulis, membiarkan teknik murni menulis apa adanya, dan secara bertahap karyanya disempurnakan.

Sebagai pemula, dalam pelatihan ini para peserta diajarkan untuk memehami beberapa kendala yang menghambat ketika akan memulai menulis, seperti malas untuk memulai, malas untuk memperbaiki, danan meninggalkan tulisan itu apa adanya…akhirnya batal untuk menjadi penulis kreatif.

Jadi harus bagaimana?

Mulailah membuat suatu cerita atau artikel atau apa saja yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebetulnya, bagi para guru TK, PAUD, dan GURU SD sering berinteraksi dengan murid-murid dan pastinya ada hal-hal kejadian yang istimewa dalam proses belajar mengajar, tinggal kemauan untuk memulai suatu karya menulis yang kreatif dari kejadian kesehariannya.

Bangkit…hilangkan rasa malas dan putus asa. Setelah menemukan tema yang menarik, buatlah kerangka tulisan, lalu kembangkan kerangka jadi tulisan. Pastinya ada proses editing, dan bagi pemula yang baru mulai menulis proses editing adalah berkali-kali. Biarkan proses editing terus-menerus, dengan demikian kita menjadi tahu kekurangan dan kelemahan dri kita dalam menulis.

Sumber berita atau riset dari mana?

Bisa melalui majalah atau juga Goegle untuk mencari sumber berita yang akurat, tetapi tetap memakai Footnote/catatan kaki , agar lebih jelas berita yang diterimanya/sumbernya.
Kembali lagi, menulis kreatif tanpa dimulai dengan kebiasan membaca memang akan sulit. Jadi, kebiasaan menulis dimulai juga dari kebiasaan membaca. Orang-orang hebat seperti JK Rowling dengan Harry Potternya, dan Hilman Hariwijaya dengan cerita LUPUS-nya, dan penulis terkenal lainnya, kesehariannya banyak membaca buku. Buku apa saja semua “dilahap” seperti penulis Hilman Hariwijaya yang memang sejak masih duduk di banku SMP gemar membaca dan mengantarnya menjadi penulis cerita LUPUS di era tahun 80-an.

Dengan membaca, kita akan membuka jendela dunia, dan dengan membaca kita akan menulis dengan santun tanpa berita Hoaks…


Karya Ade E Sumengkar yang sudah diterbitkan berjudul Self Awareness untuk early stage dan masih kelanjutan dari buku pertama di beri judul yang Become a great Awareness person.


Penulis : Ade E Sumengkar S.Pd, M.M, AAA-IJ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM PENDIDIKAN : KB PAUD TK (PRE SCHOOL) NURANI HATI

Bedah buku ke 2 Karya Ade E Sumengkar

Membentuk Generasi Visioner melalui Buku